Selasa, 23 Juli 2013

Inflasi Meningkat Ancam Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi di bulan Maret tahun ini telah mencapai 0.63 persen. Inflasi ini tercatat sebagai tertinggi dalam lima tahun terakhir.
Penyebab dari inflasi ini adalah naiknya harga komoditas pangan di pasaran, terutama cabai dan gula.
Menurut pengamat ekonomi dari Centre of Economics and Public Policy Studies, Universitas Gadjah Mada, Dr Tony Prasetyono, adanya kesalahan dalam tata niaga komoditas ini telah menyebabkan naiknya harga-harga komoditas pangan.
"Ini adalah kenaikan harga hortikultura yang bisa menyebabkan inflasi kita saat bisa mencapai 5.9 persen. Yang perlu diperbaiki adalah tata niaganya," jelas Tony Prasetyono."
Tony menganjurkan agar pemerintah segera melakukan operasi pasar agar dapat menghindari permainan harga di tingkat pasaran.
Dampak terburuk dari inflasi yang terus meningkat adalah lemahnya daya beli masyarakat, sehingga juga mempengaruhi aliran kredit dan menghambat investasi.
"Sektor kredit dan perbankan akan mengalami perlambatan. Ini juga akan memperlambat pertumbuhan ekonomi secara makro."
Pemerintah Indonesia menargetkan pertumbuhan ekonomi ini mencapai 6,8 persen, sementara Bank Indonesia di tingkat 6,5 persen.
Tetapi, Tony lebih menyoroti bahwa kenaikan inflasi ini telah "menghilangkan kesempatan pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) non subsidi."
Padahal menurutnya, kenaikan harga BBM diperlukan karena sekarang sudah sangat membebani anggaran belanja negara.
"Tahun ini menurut saya subsidi akan naik menjadi Rp 320 triliun.
JIka kenaikan BBM dilakukan pada tahun sebelumnya, saat persentase inflasi masih rendah, maka nilai inflasi masih dibawah 5,5 persen.
"Kalau dilakukan sekarang saat inflasi sudah mencapai 5,9%,  maka jika seandainya ada kenaikan BBM, inflasi kita akan mencapai 6,9%. Ini adalah angka yang dapat membebani pertumbuhan ekonomi Indonesia."

Tantangan bagi Menteri Keuangan baru.

Menurut Tony, ada tiga tugas utama yang menjadi beban Menteri Keuangan yang baru mendatang.
"Pertama adalah absorbsi APBN, karena penyerapan APBN ini sangat lemah. Angkanya hanya 87 persen, artinya ada 13 persen yang tidak bisa dikeluarkan."
"Kedua, berkaitan dengan beban subsidi energi, seperti BBM dan yang terakhir adalah masih rendahnya penerimaan pajak. Sehingga harus mampu menaikkan penerimaan pajak ini."

sumber : http://www.radioaustralia.net.au/indonesian/2013-04-04/inflasi-meningkat-ancam-pertumbuhan-ekonomi-indonesia/1111304

Tidak ada komentar:

Posting Komentar