Sabtu, 04 Mei 2013

RENCANA UMUM PEMBANGUNAN EKONOMI

Penyusunan Action-Plan Rencana Umum Pembangunan
Ekonomi (RUPE) DKI Jakarta
Latar Belakang
Perekonomian DKI Jakarta selama ini telah menjadi barometer bagi kemajuan dan kestabilan pembangunan nasional karena memikili kondisi umum yang jauh lebih baik dibanding propinsi-propinsi lain di Indonesia. Sebagai ibukota negara dan wilayah konsentrasi dari berbagai kegiatan perekonomian nasional dan internasional, Jakarta memiliki basis ekonomi yang lebih baik, karena didukung oleh sumber daya manusia (SDM) yang relatif baik, infra-struktur yang lebih memadai serta daya tarik investasi di sektor-sektor produktif yang melebihi propinsi-propinsi lain. Daya tarik dan keunggulan ekonomi ini pula yang secara terus menerus berpotensi menciptakan urbanisasi ke Jakarta dengan dampak negatif pada melemahnya daya dukung lahan dan lingkungan
serta masalah-masalah kemasyarakatan.
Namun krisis ekonomi yang ditandai dengan anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika sejak Juli 1997 dan terus berlangsung hingga saat ini telah memberikan dampak luar biasa pada berbagai kehidupan masyarakat. Secara ekonomi, DKI Jakarta menerima dampak paling buruk dibanding propinsi lain karena tiga alasan:
  1. Struktur industri yang dimiliki sangat tergantung pada bahan baku, barang modal, dan teknologi impor;
  2. Tidak dimilikinya sumber daya alam yang untuk sementara dipercaya dapat menjadi penyelamat ekonomi;
  3. Perekonomiannya banyak dibiayai oleh pinjaman luar negeri. Selanjutnya dampak buruk dari krisis tersebut meluas pada kehidupan sosial, politik dan hukum, yang memunculkan semangat reformasi secara luas disegala bidang. Walaupun dilanda
    krisis, banyak kalangan baik birokrat maupun pengamat percaya bahwa kondisi perekonomian DKI Jakarta tetap lebih baik dibanding wilayah lain karena memiliki basis ekonomi yang kuat.
Dibidang ekonomi, puncak krisis di DKI Jakarta ditandai oleh merosotnya pertumbuhan ekonomi dengan kontraksi minus 17,6 persen untuk tahun 1998 dan minus 2,7 persen untuk tahun 1999, memang lebih buruk dibanding kontraksi ekonomi diwilayah lain. Inflasi cenderung mendekati hiper-inflasi sebesar 74,4 persen tahun 1998, walaupun kemudian dapat ditekan menjadi hanya 1,8 persen tahun 1999. Selanjutnya angka pengangguran terbuka (open unemployment) terus membengkak dari sekitar 10 persen sebelum krisis menjadi 12,3 persen dan 13,2 persen pada tahun 1998 dan 1999. Kemerosotan ekonomi telah berdampak pula pada menurunnya penghasilan dan daya beli masyarakat yang menyebabkan ketahanan masyarakat menjadi rentan, mudah marah dan merusak, emosional dan mudah terprovokasi. Sifat mudah merusak ini sangat berbahaya bagi eksistensi prasarana (infra-stuktur) yang ada, seperti pengalaman pada peristiwa Mei 1998.
Dipihak lain, masalah ekonomi yang dihadapi Jakarta saat ini masih harus ditambah dengan tantangan kedepan berkaitan dengan kuatnya arus globalisasi dan persaingan antar negara yang semakin ketat. Sebagai pusat pertumbuhan nasional, Jakarta harus menempatkan dirinya untuk:
  1. Kedepan, mampu menghadapi persaingan dalam perdagangan dan investasi;
  2. Kebelakang, mampu menarik daerah-daerah lain untuk meningkatkan sektor produksi dan membuat sinergi ekonomi yang saling menguntungkan. Pekerjaan ini tentunya tidak mudah dilakukan bila tidak dibarengi dan dipadukan dengan pemikiran dan terobosan baru berkaitan dengan strategi pembangunan ekonominya.
Dari pengalaman diatas, tidak ada cara lain bahwa pembangunan ekonomi akan menghadapi tiga persoalan pokok:
  1. Bagaimana mengupayakan rehabilitasi prasarana dan sarana ekonomi secepatnya agar dunia usaha dapat beroperasi kembali secara normal;
  2. Penataan kembali sektor usaha terutama pedagang kaki lima yang sekarang ini semakin semrawut dan sementara penegakan ketertiban menghadapai hambatan psikologis;
  3. Menciptakan investasi awal (initial investment) sebagai prasyarat menjadikan Jakarta sejajar dengan kota-kota besar di negara maju yang mampu bersaing dalam era globalisasi dan perdagangan bebas. Initial investment ini kemudian dikenal sebagai 10 pilar pembangunan ekonomi DKI Jakarta.
Ada empat faktor potensial yang selama ini dipercaya dapat mempercepat pertumbuhan sekaligus pemulihan ekonomi Jakarta:
  1. Peningkatan konsumsi masyarakat;
  2. Perluasan ekspor;
  3. Peningkatan investasi; dan
  4. Stimulus fiskal atau kebijakan APBN/APBD.
Tujuan Kegiatan
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menyusun dan merumuskan program aksi (action-plan) RUPE DKI Jakarta khususnya yang berkaitan dengan penjabaran lebih lanjut sepuluh pilarnya. Hasil rumusan program aksi ini diharapkan dapat digunakan sebagai:
  1. Masukan dalam menetapkan pilihan pada program prioritas pembangunan dibidang ekonomi;
  2. Masukan dalam mengevaluasi (review) dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Umum Pembangunan Sosial-Budaya (RUPSB) khususnya yang bersinggungan dengan bidang ekonomi;
  3. Masukan dalam penyempurnaan penyusunan Program Pembangunan Daerah (PROPEDA) DKI Jakarta 2001 – 2005, dan Rencana Pembangunan Tahunan (REPETA) DKI Jakarta tahunan.
Karakteristik RUPE DKI Jakarta
Sebagai suatu dokumen perencanaan pembangunan, RUPE DKI Jakarta memiliki karakteristik sebagai berikut:
  1. RUPE merupakan suatu pedoman umum bagi para perencana dan perumus kebijakan dalam menetapkan prioritas pembangunan di bidang ekonomi;
  2. RUPE merupakan bagian integral dari keseluruhan pedoman operasional pelaksanaan pembangunan DKI Jakarta;
  3. RUPE mempunyai perspektif sasaran pembangunan untuk jangka menengah (sampai dengan 2005) dan jangka panjang (sampai dengan 2020);
  4. Pilar-pilar RUPE DKI Jakarta yang telah ditetapkan adalah:
    1. Prasarana ekonomi yang memadai;
    2. Masyarakat yang memiliki jiwa wiraswasta yang tinggi;
    3. Aparat yang profesional dan berorientasi kepentingan publik;
    4. Tanah dan bangunan yang dapat dikendalikan ruang dan pertumbuhannya;
    5. Pusat pengembangan iptek;
    6. Distribusi perdagangan yang efisien;
    7. Peranan keuangan global;
    8. Pusat informasi bisnis;
    9. Transportasi masal yang cepat dan aman; dan
    10. Jaringan pariwisata nasional yang handal;
  5. Program aksi sebagai penjabaran lanjut dari pilar-pilar RUPE DKI Jakarta, harus tetap dirumuskan dengan fleksibilitas tinggi agar cepat dapat menyesuaikan dengan perubahan lingkungan strategis yang mungkin terjadi.
Ruang Lingkup Kegiatan Dan Metodologi
Untuk mencapai tujuan seperti disebutkan sebelumnya, maka kegiatan-kegiatan yang akan dicakup dalam kajian ini adalah sebagai berikut:
  1. Menginvetarisir dan me-review kebijakan dan program pembangunan yang lalu seperti tertuang dalam dokumen Repelitada, Renprotas 1998 – 2002 dan RUPTD;
  2. Mendalami aspirasi dan pemikiran yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Umum Pembangunan Sosial-Budaya (RUPSB), serta dokumen lain yang relevan;
  3. Mempelajari tantangan dan peluang pembangunan DKI Jakarta seperti tertuang dalam UU No.22 tahun 1999, UU No.25 tahun 1999, UU No.34 tahun 1999, serta PP No.25 tahun 2000;
  4. Membangun sistem data (data-set) yang dapat digunakan sebagai indikator untuk mengukur kinerja pembangunan pada masa lalu dan proyeksi kedepan. Data set dimaksud tidak saja berhubungan dengan bidang ekonomi, tetapi juga dibidang sosial dan data makro lintas sektor yang relevan;
  5. Menampung aspirasi masyarakat yang muncul dan berkembang serta pemikiran mengenai program pembangunan yang diberikan oleh unit-unit kerja di lingkungan DKI Jakarta melalui koordinasi Bappeda DKI Jakarta;
  6. Pembahasan secara teratur mengenai hasil-hasil penyusunan draft action-plan RUPE pada berbagai tingkatan kemajuan. Pendekatan yang digunakan dalam kajian action-plan ini adalah analisis SWOT (Strength, Weaknesses, Opportunity, and Threat), terutama yang berkaitan dengan tantangan DKI Jakarta ke depan yaitu pemulihan ekonomi, perdagangan bebas dan globalisasi, otonomi daerah serta kendala pembangunan seperti ketidakstabilan politik, berkurangnya rasa aman masyarakat, menurunnya wibawa pemerintah, dan terbatasnya sumber-sumber pembiayaan investasi.
Hasil-Hasil Yang Diharapkan
  1. Tersusunnya Action-Plan RUPE DKI Jakarta tahun 2001 – 2005 sebagai panduan umum perencanaan dan pelaksanaan pembangunan DKI Jakarta di bidang ekonomi;
  2. Tersusunnya penyempurnaan Pilar-Pilar RUPE DKI Jakarta tahun 2001 – 2020 sebagai panduan umum kebijakan dan arah pembangunan ekonomi DKI Jakarta untuk jangka panjang;
  3. Sebagai padanan yang saling mengisi dengan penyusunan RTRW dan RUPSB DKI Jakarta;
  4. Sebagai masukan dalam penyusunan PROPEDA DKI Jakarta di bidang ekonomi.

sumber : http://bappedajakarta.go.id/direktori-perencanaan/mekanisme-perencanaan/jangka-panjang/produkjprupe/

1 komentar:

  1. Assalamualaikum Salam sejahtera untuk kita semua,SAYA IBU ERSIN Sengaja ingin menulis
    sedikit kesaksian untuk berbagi, barangkali ada teman-teman yang sedang
    kesulitan masalah keuangan, Awal mula saya mengamalkan Pesugihan Tanpa
    Tumbal karena usaha saya bangkrut dan saya menanggung hutang sebesar
    500 JT saya sters hampir bunuh diri tidak tau harus bagaimana agar bisa
    melunasi hutang saya, saya coba buka-buka internet dan saya bertemu
    dengan KI Sunan Jati, awalnya saya ragu dan tidak percaya tapi selama 3 HARI
    saya berpikir, saya akhirnya bergabung dan menghubungi KI Sunan Jati
    kata BELIAU pesugihan yang cocok untuk saya adalah pesugihan
    penarikan uang gaib 2Milyar dengan tumbal hewan, Semua petunjuk saya ikuti
    dan hanya 1 hari Astagfirullahallazim, Alhamdulilah akhirnya 2M yang saya
    minta benar benar ada di tangan saya semua hutang saya lunas dan sisanya
    buat modal usaha. sekarang rumah sudah punya dan mobil pun sudah ada.
    Maka dari itu, setiap kali ada teman saya yang mengeluhkan nasibnya, saya
    sering menyarankan untuk menghubungi KI Sunan Jati DI NOMOR 082_349_535_132
    agar di berikan arahan. jika ingin seperti saya coba hubungi KI Sunan Jati pasti akan di bantu Oleh Beliau

    BalasHapus